BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sekitar 70% daratan di Indonesia berupa kawasan hutan Negara. Hutan Indonesia
berfungsi sebagai paru-paru dunia dan dianggap signifikan mempengaruhi iklim
dunia. Selain sebagai sumber keragaman hayati dunia, hutan Indonesia telah menjadi
perhatian untuk dipertahankan keberadaannya. Oleh karena itu, sangat diperlukan pemanfaatan hutan
secara optimal tanpa mengurangi kemampuan hutan untuk menghasilkan
manfaat berkelanjutan bagi masyarakat lokal, nasional, maupun regional, bahkan
internasional.
Hasil hutan
utama di Indonesia adalah kayu bulat.
Berbagai jenis kayu
bulat yang dihasilkan oleh hutan di Indonesia tentunya bernilai
ekonomis tinggi.
Selama tiga
dekade,
sektor kehutanan telah menjadi modal utama pembangunan ekonomi bangsa, dan
telah memeberikan dampak positif, seperti penyerapan tenaga kerja, perolehan
devisa, dan pengembangan wilayah.
Berdasarkan
data statistik, jumlah produksi kayu bulat yang menjadi produk hutan terbesar di Indonesia, semakin menurun. Padahal
kayu bulat adalah hasil yang mempunyai nilai tinggi baik dari segi ekonomi,
pemanfaatan, dsb. Penurunan produksi kayu bulat perlu dikaji lebih lanjut,
terkait program masa depan Indonesia yakni menjadi penghasil kayu terbesar di
dunia. Untuk perencanaan serta evaluasi pembangunan kehutanan ke depan,
diperlukan studi mengenai apa saja yang mempengaruhi produktivitas kayu bulat.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar
belakang, kita dapat menyusun rumusan masalah sebagai berikut.
1. Berapakah
luas lahan yang dipergunakan untuk budidaya tanaman kehutanan dan luas tanaman masak tebang/siap panen?
2. Berapa
besar produksi kayu bulat di Indonesia?
3. Berapa
banyak pekerja tetap yang terlibat dalam kegiatan budidaya tanaman kehutanan?
4. Bagaimanakah
hubungan antara jumlah pekerja tetap dan produktivitas kayu bulat?
5. Apakah
jumlah pekerja tetap mempengaruhi produktivitas kayu bulat?
6. Bagaimana
estimasi nilai produksi kayu bulat berdasarkan data pekerja tetap yang telah
ditentukan?
1.3 Tujuan Penelitian
1.
Melihat tren perubahan
jumlah perusahaan yang terlibat dalam kegiatan budidaya tanaman kehutanan,
jumlah pekerja tetap, luas lahan, serta produksi kayu bulat yang dihasilkan.
2. Menyelidiki
ada tidaknya hubungan antara jumlah pekerja tetap yang terlibat dalam kegiatan
budidaya tanaman kehutanan dengan produktivitas kayu bulat.
3. Menyusun
persamaan untuk mengestimasi nilai produksi kayu bulat berdasarkan jumlah
pekerja tetap.
4. Memaparkan
hubungan produktivitas kayu bulat dan jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam
kegiatan budidaya tanaman kehutanan.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Mengetahui
besar produksi kayu bulat di Indonesia.
2. Mengetahui
banyak perusahaan pengusaha budidaya tanaman kehutanan di Indonesia berdasarkan
bentuk badan hukumnya.
3. Mengetahui
luas lahan yang digunakan untuk budidaya tanaman kehutanan.
4. Mengetahui
jumlah pekerja tetap yang terlibat dalam usaha budidaya tanaman kehutanan.
5. Mengetahui
hubungan dan pengaruh jumlah pekerja tetap terhadap produktivitas tanaman kehutanan, yakni kayu
bulat.
BAB II
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
2.1 Jumlah Perusahaan Pembudidaya Tanaman Kehutanan
menurut Bentuk Badan Hukum
BPS
mengklasifikasikan perusahaan pembudidaya tanaman kehutanan menjadi tiga
kelompok besar berdasarkan bentuk badan hukumnya, yaitu Perusahaan Negara (PN) /
Perusahaan Daerah (PD), Perusahaan Terbatas(PT)/NV dan lainnya. Dari Tabel 3.1
kita dapat mengetahui masing-masing jumlah dan proporsi masing-masing bentuk
badan hukum yang dimaksud.
Tabel
1. Banyaknya Perusahaan
Pembudidaya Tanaman Kehutanan di Indonesia menurut Bentuk Badan Hukum pada
Akhir Tahun 2000-2013
Tahun
|
Bentuk Badan Hukum
|
Jumlah Perusahaan
|
Proporsi
|
PN/PD
|
PT/NV
|
Lainnya
|
PN/PD
|
PT/NV
|
Lainnya
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
(5)
|
(6)
|
(7)
|
(8)
|
2000
|
47
|
188
|
3
|
238
|
0.20
|
0.79
|
0.01
|
2001
|
49
|
184
|
3
|
236
|
0.21
|
0.78
|
0.01
|
2002
|
51
|
190
|
3
|
244
|
0.21
|
0.78
|
0.01
|
2003
|
57
|
154
|
4
|
215
|
0.27
|
0.72
|
0.02
|
2004
|
57
|
135
|
4
|
196
|
0.29
|
0.69
|
0.02
|
2005
|
57
|
128
|
4
|
189
|
0.30
|
0.68
|
0.02
|
2006
|
57
|
145
|
4
|
206
|
0.28
|
0.70
|
0.02
|
2007
|
57
|
178
|
4
|
239
|
0.24
|
0.74
|
0.02
|
2008
|
57
|
179
|
4
|
240
|
0.24
|
0.75
|
0.02
|
2009
|
57
|
195
|
4
|
256
|
0.22
|
0.76
|
0.02
|
2010
|
59
|
175
|
-
|
234
|
0.25
|
0.75
|
0.00
|
2011
|
57
|
149
|
-
|
206
|
0.28
|
0.72
|
0.00
|
2012
|
68
|
145
|
-
|
213
|
0.32
|
0.68
|
0.00
|
2013
|
70
|
165
|
-
|
235
|
0.30
|
0.70
|
0.00
|
Sumber : Badan
Pusat Statistik
Grafik 1. Jumlah Perusahaan Pembudidayaan Tanaman Kehutanan menurut Bentuk
Badan Hukum di Indonesia Tahun 2000-2013
Jumlah perusahaan Pembudidaya Tanaman Kehutanan Di
Indonesia menurut bentuk badan hukumnya relatif stabil atau tidak mengalami
perubahan yang signifikan. Rata-rata 26% bagian dari total merupakan PN/PD.
Sedangkan yang paling mendominasi adalah PT/NV rata-rata sebesar 73% dan
perusahaan lainnya hanya sekitar 1%
Perusahaan berbentuk badan hukum PN/PD mempunyai
kecenderungan kenaikan yang kecil dengan rata-rata jumlah sebesar 57,14. Bahkan
pada tahun 2003-2009 jumlahnya tidak mengalami perubahan.
Perusahaan berbentuk badan hukum PT/NV memiliki
kecenderungan yang paling bervariasi diantara dua bentuk hokum yang lain. Jumlah Perusahaan ini mengalami kenaikan dari
tahun 2000 hingga tahun 2002 kemudian turun hingga tahun2005 dan kembali naik
hingga puncaknya tahun 2009 namun kembali turun hingga tahun 2012 dan naik lagi
di tahun berikutnya. Rata-rata jumlahnya sebesar 165
Jumlah
perusahan pembudidaya tanaman kehutanan di Indonesia menjadi cukup bervariasai
perubahannya di setiap tahun akibat pengaruh variasi dari PT/NV.
2.2 Luas Tanah yang Dikuasai Perusahaan Pembudidaya
Tanaman Kehutanan menurut Penggunaannya.
Setiap perusahaan pembudidaya tanaman kehutanan memiliki
sejumlah tanah yang dikuasai yang tidak semuanya dipergunakan untuk produksi/budidaya
tanaman kehutananan. Selain untuk budidaya tanah tersebut dipergunakan juga
sebagai tanah cadangan, pembangunan gedung, jalan, perumahan, dll. Dalam tabel
3.3 ini disajikan luas tanah untuk masing-masing pemanfaatan serta penghitungan
proporsi masing-masing bagian tersebut.
Tabel
2. Penggunaan Tanah yang
Dikuasai Perusahaan Pembudidaya Tanaman kehutanan di Indonesia pada Akhir Tahun
(2000-2013)
Tahun
|
Penggunaan Tanah
|
Tanah yang dikuasai oleh perusahaan
|
Proporsi Penggunaan Tanah
|
Untuk Budidaya Tanaman
|
Tanah Cadangan
|
Gedung, Jalan, Perumahan, dll
|
Untuk Budidaya Tanaman
|
Tanah Cadangan
|
Gedung, Jalan, Perumahan, dll
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
(5)
|
(6)
|
(7)
|
(8)
|
2000
|
5765966
|
2203380
|
1109376
|
9078722
|
0.64
|
0.24
|
0.12
|
2001
|
4684553
|
2292392
|
1038987
|
8015932
|
0.58
|
0.29
|
0.13
|
2002
|
4727427
|
2581314
|
947845
|
8186514
|
0.58
|
0.32
|
0.12
|
2003
|
4661679
|
3071352
|
608070
|
8341101
|
0.56
|
0.37
|
0.07
|
2004
|
3876578
|
3497885
|
560664
|
7935127
|
0.49
|
0.44
|
0.07
|
2005
|
3849417
|
2394235
|
1379277
|
7622929
|
0.50
|
0.31
|
0.18
|
2006
|
3913339
|
2138801
|
1568694
|
7620834
|
0.51
|
0.28
|
0.21
|
2007
|
4500208
|
2449998
|
1875334
|
8816481
|
0.51
|
0.28
|
0.21
|
2008
|
4533632
|
2458595
|
1896060
|
8879223
|
0.51
|
0.28
|
0.21
|
2009
|
4757792
|
2977358
|
1785713
|
9520863
|
0.50
|
0.31
|
0.19
|
2010
|
7375575
|
1961898
|
1498709
|
10836182
|
0.68
|
0.18
|
0.14
|
2011
|
6617074
|
2256771
|
628783
|
9502628
|
0.70
|
0.24
|
0.07
|
2012
|
8681798
|
3181312
|
1015625
|
12878734
|
0.67
|
0.25
|
0.08
|
2013
|
7313541
|
1856845
|
711915
|
9882300
|
0.74
|
0.19
|
0.07
|
Sumber : Badan Pusat Statistik
Grafik 2.1 Penggunaan Tanah yang
Dikuasai Perusahaan Pembudidaya Tanaman Kehutanan untuk Pembudidayaan Tanaman Kehutanan
di Indonesia
Grafik 2.2 Penggunaan Tanah yang
Dikuasai Perusahaan Pembudidaya Tanaman Kehutanan sebagai Tanah Cadangan
di Indonesia
Grafik 2.3 Penggunaan Tanah yang
Dikuasai Perusahaan Pembudidaya Tanaman Kehutanan untuk pembangunan gedung,
jalan, perumahan dll di Indonesia
Tanah yang dikuasai oleh perusahaan pembudidaa
tanaman kehutanan tidak sepenuhnya digunakan sebagai lahan pembudidayaan
tanaman, namun juga dimanfaatkan untuk keperluan lain yang dapat menunjang
kemampuan produksi perusahaan dan kepentingan teknis lainnya.
Secara garis besar penggunaan tanah tersebut dibagi
atas tiga kelompok besar yakni Untuk budidaya tanaman kehutanan, sebagai tanah
cadangan, serta digunakan untuk pembangunan gedung, jalan, perumahan, dll.
Alokasi terbesar adalah untuk pembudidayaan tanaman
kehutanan. Rata-rata penggunaannya adalah sebesar 58% dari total tanah yang
dikuasai perusahaan. Sedangkan tanah cadangan hanya sekitar 28%. Kemudian
penggunaan untuk pembangunan gedung, jalan, perumahan dan lain-lain hanya
sebesar 13%.
Penggunaan tanah untuk budidaya tanaman kehutanan
mengalami penurunan secara
berturut dari tahun 2000-2005, kemudian jumlahnya meningkat di tahun berikutnya
hingga tahun 2010 dan naik berturut-turut dua tahun selanjutnya namun kembali
turun di tahun 2013. Ketiga
jenis penggunaan memiliki perubahan yang cukup bervariasi dari tahun ke tahun.
2.3 Luas Lahan Budidaya Tanaman Hutan
Tahun
|
Luas tanaman pada awal
tahun
|
Luas tanaman pada akhir
tahun
|
Jumlah
|
Persentase Tanaman masak
tebang/Jumlah
|
Tanaman muda
|
Tanaman masak tebang
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
(5)
|
(6)
|
2000
|
3143780
|
2889220
|
1295998
|
4185218
|
30.96608
|
2001
|
3541180
|
2397002
|
1454588
|
3851590
|
37.76591
|
2002
|
673732
|
468428
|
236211
|
704645
|
33.52199
|
2003
|
704654
|
494763
|
204838
|
699601
|
29.27926
|
2004
|
5051639
|
2236516
|
1251153
|
3487669
|
35.87362
|
2005
|
556388
|
307345
|
368070
|
675415
|
54.49538
|
2006
|
2901613
|
1209303
|
1917588
|
3126891
|
61.32571
|
2007
|
3116068
|
1215133
|
2181322
|
3396455
|
64.22349
|
2008
|
3116697
|
1401453
|
1648009
|
3129858
|
52.65443
|
2009
|
3378890
|
1515541
|
1790848
|
3312419
|
54.06466
|
2010
|
3313604
|
1397253
|
1905942
|
3311495
|
57.55533
|
2011
|
3343236
|
1340504
|
1999056
|
3344565
|
59.77028
|
2012
|
3355024
|
1299548
|
2112819
|
3412372
|
61.91643
|
2013
|
3414042
|
1469345
|
1936750
|
3406095
|
56.86130
|
Tabel 3. Luas Lahan Budidaya Tanaman Kehutanan
Sumber : Badan
Pusat Statistik
Grafik 3. Luas Tanaman pada Awal Tahun dan Akhir Tahun
Dapat dilihat dari grafik bahwa luas tanaman pada
awal tahun akan sebanding dengan luas tanaman muda dan tanaman masak
tebang. Tanaman muda adalah tanaman atau
yang baru saja ditanam yang masih tergolong muda dari berbagai jenis tanaman
hutan dan Tanaman masak tebang merupakan tanaman atau pohon yang sudah siap
dipanen. Luas tanaman pada awal tahun akan berkolerasi kuat dengan luas tanaman
muda dan tanaman masak tebang karena kedua jenis tanaman tersebut ikut masuk
perhitungan pada luas tanaman pada awal tahun.
Dilihat dari arah gejalanya, luas
tanaman pada awal tahun dari 2001 sampai tahun 2012, tahun 2001 yang menjadi
titik tertinggi dengan luas sekitar 2,5 juta hektar. Pada tahun 2002 terjadi penurunan pesat pada
luas tanaman pada awal tahun, tanaman muda dan tanaman masak tebang sebesar 81%
menyisakan 673,7 ribu hektar. Dapat dilihat bahwa luas tanaman masak tebang
juga ikut menurun yang mana dapat diartikan bahwa ada faktor lain yang
menyebabkan penurunan luas tanaman pada awal tahun tersebut.
Banyak hal lain yang dapat menyebabkan penurunan luas hutan seperti :
(1) pembukaan lahan perkebunan agrikultur dalam skala besar, (2) kolonisasi ,
(3) illegal logging, (4) Kebakaran hutan
,(5) penambangan di areal hutan, yang membuat kerusakan hutan dengan tingkat
polusi limbah tinggi dan (6) aktivitas substansial lain, contohnya penebangan
kayu untuk bahan bakar dan lahan pertanian rakyat. (Pamungkas,Abdee : 2012).
Pada tahun 2002 sendiri penyebab
terbesar penurunan luas lahan hutan sendiri adalah kebakaran hutan. Berdasarkan data Organisasi Pangan
dan Pertanian Dunia (FAO), laju kerusakan hutan di Indonesia tahun 2002-2005
merupakan yang terbesar dan terparah di dunia. Setiap tahun, menurut FAO,
rata-rata 1,871 juta hektar hutan Indonesia hancur atau 2 persen dari luas
hutan yang tersisa pada tahun 2005, yakni 88,495 juta hektar. (Hidayatullah ,
Hilal : 2013).
Dari tahun 2002 sampai 2005 luas
tanaman pada awal tahun, tanaman muda dan tanaman masak tebang mengalami
fluktuasi yang tidak terlalu besar. Untuk luas tanaman pada awal tahun sendiri
terjadi peningkatan 4,6 persen di tahun 2003 dan menurun lagi 21 persen dari
tahun 2003 ke tahun 2005. Sedangkan
untuk luas tanaman muda sendiri terjadi peningkatan sebesar 5,6 persen
di tahun 2003 dan menurun sebesar 37,9 persen dari tahun 2003 ke tahun 2005.
Untuk luas tanaman masak terbang terjadi penurunan sebesar 13,3 persen di tahun
2003 dan naik sebesar 79,7 persen pada tahun 2005.
Dari tahun 2005 ke tahun 2006 terjadi peningkatan
yang cukup besar pada luas tanaman pada awal tahun, tanaman muda dan tanaman
masak tebang. Untuk luas tanaman pada awal tahun sendiri terjadi peningkatan
sebesar 421,5 persen diikuti dengan luas tanaman muda sebesar 293,5 persen dan
luas tanaman masak tebang sebesar 421 persen. Peningkatan yang cukup besar
tersebut dipacu oleh beberapa faktor yang antara lain adalah kebijakan
pemerintah tentang restorasi hutan alam yang sudah rusak dan perlindungan hutan dan ekosistem sensitif
untuk meningkatkan daya dukung ekosistem. (Pamungkas,Abdee : 2012).
Dari tahun 2007 sampai tahun 2012 terjadi fluktuasi
naik turun yang tidak terlalu besar pada luas tanaman pada awal tahun, tanaman
muda dan tanaman masak tebang. Pada
tahun 2007 terjadi peningkatan sebesar 7,4 persen pada luas tanaman awal tahun,
0,5 persen pada luas tanaman muda dan 13,7 persen pada tanaman masak tebang.
Untuk tahun 2008 terjadi peningkatan kecil sebesar 0,02 persen pada luas
tanaman awal tahun, 15,3 persen pada luas tanaman muda dan penurunan sebesar
24,4 persen pada tanaman masak tebang. Tahun 2009 terjadi peningkatan sebesar
8,4 persen pada luas tanaman awal tahun, 8,1 persen pada luas tanaman muda dan
8,6 persen pada tanaman masak tebang.
Dari tahun 2009 ke 2010 terjadi menurunan sebesar 1 persen pada luas
tanaman awal tahun, 11 persen pada luas tanaman muda dan penambahan 11,6 persen
pada tanaman masak tebang. Pada tahun 2012 terjadi peningkatan kecil sebesar
0,3 persen pada luas tanaman awal tahun, penurunan sebesar 3 persen pada luas
tanaman muda dan peningkatan 5,7 persen pada tanaman masak tebang.
2.4 Produksi
Kayu Bulat
Setiap tahunnya Badan Pusat Statistik mengumpulkan data
mengenai jumlah produksi kayu bulat dari setiap perusahaan HPH di Indonesia.
Kayu bulat disini merupakan kayu gelondongan yang dihasilkan dari berbagai
jenis varietas atau komoditas pohon.
Tabel.4.1 Jumlah Produksi Kayu
Bulat perusahaan HPH di Indonesia Tahun 2000-2013
Tahun
|
Jumlah Produksi (m3)
|
2000
|
13.059.772
|
2001
|
10.960.188
|
2002
|
11.544.617
|
2003
|
10.007.770
|
2004
|
8.158.403
|
2005
|
8.769.662
|
2006
|
7.901.394
|
2007
|
8.502.933
|
2008
|
8.058.734
|
2009
|
7.399.249
|
2010
|
7.341.269
|
2011
|
6.373.319
|
2012
|
5.342.112
|
2013
|
4.852.881
|
Sumber
: Badan Pusat Statistik
Dari tabel 4.1 dapat kita lihat perkembangan
jumlah produksi kayu bulat dari tahun 2000 sampai tahun 2013 cenderung menurun
meskipun ada sedikit kenaikan di beberapa tahun tertentu. Di tahun 2000 jumlah
produksi kayu bulat mencapai 13.798.240 m3,
sedangkan di tahun 2013 jumlah produksi kayu bulat turun menjadi 4.852.881 m3.
Grafik 4.
Jumlah Produksi Kayu Bulat Perusahaan HPH di Indonesia
Tahun
2000-2013
Penurunan jumlah produksi diatas dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Menurut Subdirektorat Kehutanan Badan Pusat Statistik,
beberapa faktor tersebut diantaranya yaitu adanya moratorium penebangan dari
pemerintah dimana efeknya yaitu pembatasan jumlah pohon yang ditebang. Selain
itu pelarangan melakukan ekspor kayu bulat ke luar negeri juga menyebabkan
turunnya produksi kayu bulat.
Namun disisi lain, jika dilihat dari tahun ke tahun,
berdasarkan hasil Survei Perusahaan Pemegang Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan
Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK-HA) memang ada kecendrungan penurunan jumlah
komoditas pohon yang ditebang meskipun dibeberapa tahun tertentu mengalami
kenaikan jumlah komoditas. Jumlah komoditas dari tahun ke tahun dapat dilihat
dalam Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Jumlah Komoditas Kayu Bulat perusahaan HPH di Indonesia Tahun
2000-2013
Tahun
|
Jumlah Komoditas
|
2000
|
76
|
2001
|
72
|
2002
|
69
|
2003
|
72
|
2004
|
61
|
2005
|
59
|
2006
|
59
|
2007
|
64
|
2008
|
63
|
2009
|
62
|
2010
|
56
|
2011
|
27
|
2012
|
39
|
2013
|
47
|
Sumber
: Badan Pusat Statistik
Jumlah komoditas tertinggi terjadi pada tahun 2000
yaitu sebanyak 76 jenis pohon dimana komoditi Meranti menjadi penymbang
tertinggi dalam produksi kayu bulat. Sebaliknya pada tahun 2011 hanya ada
sekitar 27 jenis pohon yang dilaporkan oleh perusahaan pemegang IUPHHK-HA yang
ditebang dan menghasilkan kayu bulat.
Dari data jumlah produksi pada Tabel 4.1 dan
jumlah komoditas pada Tabel 4.2,
masih ada kemungkinan bertambahnya jumlah produksi ataupun jumlah komoditas
pohon yang ditebang. Hal ini dikarenakan survei yang dilakukan oleh Badan Pusat
Statistik belum mencakup kepada pelaku atau perusahaan yang melakukan
penebangan liar tanpa ijin atau yang biasa disebut Illegal Loging. Pencatatan jumlah pohon yang ditebang liar tanpa
ijin lebih memiliki banyak kendala dan resiko. Pada umumnya pelaku penebangan
liar baik individu, sekelompok orang, atau perusahaan tertentu tidak mengaku
telah melakukan penebangan liar, dilain kasus orang-orang tersebut sangat susah
ditemui.
1.5
Jumlah Pekerja Perusahaan
Produktivitas dipengaruhi oleh berbagai
hal, termasuk pekerja yang merupakan salah faktor utama dalam peningkatan
produktivitas. Pendidikan tertinggi yang ditamatkan dapat menjadi tolak ukur
apakah pekerja tersebut memiliki kualitas yang baik atau kurang. Disini, kelompok
kami akan membahas jumlah pekerja tetap menurut jenis kelamin dan pendidikan
tertinggi yang ditamatkan dari tahun 2000-2013.
Grafik 5.1 Jumlah Pekerja Tetap
Menurut Jenis Kelamin Tahun 2000-2013
Sumber:
Badan Pusat Statistik
Grafik diatas memperlihatkan bahwa jumlah
pekerja tetap paling banyak didominasi oleh laki-laki dengan rata-rata 87,9%
per tahunnya yang menurun dari tahun 2000-2013, walaupun ada beberapa kenaikan
dari tahun sebelumnya. Untuk pekerja tetap perempuan rata-rata per tahun
sebesar 11,8%, pun terjadi penurunan dari tahun 2000-2013 tetapi relatif stabil
dari tahun 2004-2013. Lalu ada pekerja tetap asing yang tidak banyak, hanya
berjumlah rata-rata 0,2% per tahunnya dari total keseluruhan
Grafik 5.2 Jumlah Pekerja Tetap Menurut Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan Tahun
2000-2013
Sumber:
Badan Pusat Statistik
Tabel kedua memperlihatkan pekerja tetap keseluruhan menurut
pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Terlihat bahwa paling banyak pendidikan
tertinggi yang ditamatkan adalah SLTA dengan proporsi per tahunnya sebesar
49,5% diikuti SD sebesar 21,6%, SLTP sebesar 21,1%, Tidak Tamat SD sebesar 3%,
Sarjana Pertanian Lainnya sebesar 2,1%, Tidak Sekolah 1,2%, Akademi/DIII
Kehutanan 1,1%, Akademi/DIII Lainnya 0.9%, Sarjana Ekonomi 0,75%, Sarjana
Lainnya 0,74%, Sarjana Kehutanan 0,5%, Sarjana Teknik Mesin&Industri 0,14%,
Sarjana Kimia/Farmasi 0,03%. Jadi kualitas pekerja tetap masih terbilang kurang
karena pendidikan tertinggi yang ditamatkan paling banyak adalah SLTA yang
diikuti SD dan SLTP yang dapat mempengaruhi produktivitas kayu bulat.
Pada pendidikan tertinggi yang ditamatkan SLTA proporsi Laki-laki
sebesar 83,2%, wanita sebesar 11,8%, dan WNA sebesar 0,1%. Jika dilihat dari
jenis kelamin dan kewarganegaraan, Laki-laki memiliki proporsi paling banyak
pendidikan tertinggi yang ditamatkan yaitu SLTP sebesar 93% dari jumlah
keseluruhan SLTP, Perempuan paling banyak yaitu Sarjana Ekonomi sebesar 21,9%
dari jumlah keseluruhan Sarjana Ekonomi, WNA paling banyak yaitu Sarjana Teknik
Mesin&Industri sebesar 10,2% dari jumlah keseluruhan Sarjana Teknik
Mesin&Industri.
2.6 Proporsi Penggunaan Kayu Bulat
Tabel 6. Nilai Penggunaan
Produksi Kayu di Indonesia menurut tahun dari tahun 2000-2013 (ribu rupiah)
Tahun
|
Stok Awal
|
Dijual dalam negri
|
Rusak, susut, hilang, dll
|
Stok Akhir
|
Proporsi kayu yang dijual dalam negri
|
Sumbangan subsector kehutanan pada PDB
|
2000
|
1.326.099.944
|
4.871.377.472
|
31.639.062
|
1.204.811.055
|
79,76%
|
1,18%
|
2001
|
1.655.544.800
|
4.754.037.527
|
25.492.228
|
1.339.724.209
|
77,69%
|
1,03%
|
2002
|
1.304.890.865
|
4.098.725.218
|
34.732.968
|
1.110.893.048
|
78,16%
|
0,97%
|
2003
|
1.041.527.931
|
4.657.376.508
|
24.248.472
|
917.170.458
|
83,19%
|
0,91%
|
2004
|
1.087.921.163
|
4.365.836.540
|
20.069.003
|
886.085.453
|
82,81%
|
0,88%
|
2005
|
1.257.454.096
|
4.824.460.637
|
19.047.189
|
983.808.803
|
82,79%
|
0,81%
|
2006
|
1.032.684.586
|
4.271.636.266
|
17.935.852
|
812.787.083
|
83,72%
|
0,90%
|
2007
|
1.301.358.052
|
5.050.101.036
|
33.033.931
|
1.236.386.734
|
79,91%
|
0,92%
|
2008
|
1.263.737.502
|
5.050.713.364
|
24.918.867
|
1.117.403.192
|
81,55%
|
0,82%
|
2009
|
1.573.955.233
|
5.586.281.282
|
20.731.863
|
1.378.786.111
|
79,97%
|
0,81%
|
2010
|
1.737.749.766
|
5.398.487.332
|
24.020.241
|
1.586.540.225
|
77,02%
|
0,75%
|
2011
|
949.180.286
|
2.945.805.784
|
61.471.642
|
5.159.780.362
|
36,07%
|
0,70%
|
2012
|
970.641.155
|
5.578.948.790
|
52.127.573
|
1.037.046.304
|
83,67%
|
0,67%
|
2013
|
860.751.605
|
5.306.524.261
|
13.169.306
|
881.085.542
|
85,58%
|
0,63%
|
Grafik 6. Proporsi Kayu yang Dijual Dalam Negeri
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa penjualan
kayu di dalam negri relative stabil dari tahun 2000 sampai 2010. Pada tahun
2011 terjadi penurunan penjualan kayu yang cukup drastis mencapai 54,57% namun
pada tahun selanjutnya penjualan kayu kembali normal pada nilai penjualan
sekitar 5 milyar rupiah. Sementara itu sumbangan subsektor kehutanan pada PDB
relatif kecil yaitu sekitar
0,6% sampai 1,18% dari total PDB. Walaupun nilai penjualan kayu dalam negeri cenderung naik, tapi
sumbangan subsektor
kehutanan pada PDB cenderung turun dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan
perkembangan subsector kehutanan masih kalah dibandingkan sektor yang lain.
2.7 Pengaruh Jumlah Pekerja Tetap terhadap
Produktivitas Kayu Bulat
Pengaruh jumlah pekerja
tetap terhadap produktivitas kayu bulat dapat dilihat melalui regresi linier
sederhana. Variabel terikat (y) yakni produktivitas kayu bulat dipengaruhi oleh
variabel bebas (x) jumlah pekerja tetap. Produktivitas kayu bulat didapat dari
jumlah produksi kayu bulat dibagi dengan luas tanaman masak tebang. Berikut
adalah data untuk jumlah pekerja tetap dan produktivitas kayu bulat di
Indonesia tahun 2000-2013.
Tahun
|
x
|
y
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
2000
|
107.104
|
10,077
|
2001
|
99.229
|
6,5
|
2002
|
61.086
|
6,7124
|
2003
|
47.953
|
6,333
|
2004
|
40.626
|
6,521
|
2005
|
34.473
|
5,092
|
2006
|
31.901
|
4,12
|
2007
|
41.130
|
3,898
|
2008
|
41.098
|
4,889
|
2009
|
40.573
|
4,132
|
2010
|
36.896
|
3,852
|
2011
|
32.720
|
3,188
|
2012
|
32.328
|
2,528
|
2013
|
31.905
|
2,506
|
Tabel
7. Jumlah Pekerja Tetap dan Produktivitas Kayu Bulat di Indonesia tahun
2000-2013
Keterangan
:
x = jumlah pekerja tetap
y
= produktivitas kayu bulat
·
Persamaan Regresi
b1 = ∑xy
– nxy
= 3946900,669 – 3412007,947 = 6,86 x 10-5
∑x2
– nx2 4,0727 x 1010 –
3,2934 x 1010
b0 = y – b1x = 5,02488 – 3,327 = 1,6979
Dengan demikian, dapat diperoleh persamaan regresi atas variabel bebas
yakni jumlah pekerja tetap dan variabel terikat yakni produktivitas kayu bulat
sebagai berikut.
ŷ
= 1,6979 + (6,86 x 10-5)x
Interpretasi : jika jumlah pekerja tetap bertambah 1
orang, maka dapat meningkatkan produktivitas kayu bulat sebesar 6,863 x 10-5.
Berikut adalah plot dari estimasi
produktivitas kayu bulat dilihat dari jumlah pekerja tetapnya.
·
·
·
·
·
Tabel ANOVA
ANOVAa
|
Model
|
Sum of Squares
|
df
|
Mean Square
|
F
|
Sig.
|
1
|
Regression
|
36,712
|
1
|
36,712
|
24,443
|
,000b
|
Residual
|
18,023
|
12
|
1,502
|
|
|
Total
|
54,735
|
13
|
|
|
|
a. Dependent Variable: produktivitas
|
b. Predictors: (Constant), jumlahpekerjatetap
|
·
Uji F
HO :
β1 = 0
H1 :
β1 ≠ 0
Alpha : 0,05
Statistik uji :
F* = MSR
MSE
Wilayah kritik :
F* > F(1-alpha, 1, n-2)
Berdasarkan
tabel anova didapat F* = 24,443
Keputusan :
tolak H0, karena F* > 4,747
Kesimpulan :
dengan tingkat kepercayaan 95%, terdapat hubungan linier antara jumlah pekerja
tetap dan produktivitas kayu bulat serta terdapat pengaruh yang signifikan
antara variabel jumlah pekerja tetap terhadap produktivitas kayu bulat.
·
Confidence Interval dan
Uji T
Coefficientsa
|
Model
|
Unstandardized Coefficients
|
Standardized Coefficients
|
t
|
Sig.
|
95,0% Confidence Interval for B
|
|
B
|
Std. Error
|
Beta
|
Lower Bound
|
Upper Bound
|
|
1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
jumlahpekerjatetap
|
6,863E-005
|
,000
|
,819
|
4,944
|
,000
|
,000
|
,000
|
|
a. Dependent Variable:
produktivitas
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
·
Confidence Interval 95%
untuk β1
Berdasarkan hasil perhitungan,
dengan tingkat kepercayaan 95%, jika jumlah pekerja tetap bertambah 1 orang,
maka efeknya tidak akan berarti bagi peningkatan produktivitas kayu bulat. Hal
tersebut dapat dilihat dari tabel di atas, standard error atas b1
mendekati 0 sehingga selang kepercayaan yang dihasilkan juga mendekati 0.
Selain itu hasil estimasi (b1) yang diperoleh juga menunjukkan bahwa
perubahan produktivitas kayu bulat untuk setiap kenaikan satu satuan, yakni
jumlah pekerja tetap sangatlah kecil (b1 = 6,863 x 10-5)
·
Uji t
H0
: β1 = 0
H1
: β1 ≠ 0
Alpha
: 0,05
Statistik
uji : t* = b1
s(b1)
wilayah
kritik : t* > t(1-alpha/2, n-2)
statistik
hitung : berdasarkan hasil perhitungan pada tabel di atas, diperoleh t* sebesar
4,944.
Keputusan
: tolak H0 karena t* > 2,1788
Kesimpulan
: dengan tingkat kepercayaan 95%, terdapat hubungan linier antara jumlah
pekerja tetap dan produktivitas kayu bulat serta terdapat pengaruh yang
signifikan dari jumlah pekerja tetap terhadap produktivitas kayu bulat.
·
Korelasi dan Koefisin
Determinasi
Model Summaryb
|
Model
|
R
|
R Square
|
Adjusted R Square
|
Std. Error of the Estimate
|
Change Statistics
|
R Square Change
|
F Change
|
df1
|
df2
|
Sig. F Change
|
1
|
,819a
|
,671
|
,643
|
1,226
|
,671
|
24,443
|
1
|
12
|
,000
|
a. Predictors: (Constant), jumlahpekerjatetap
|
b. Dependent Variable: produktivitas
|
Berdasarkan
hasil perhitungan, didapat r (korelasi) sebesar 0,819 yang menunjukan bahwa
hubungan antara jumlah pekerja tetap dan produktivitas kayu bulat kuat. Nilai r
yang positif menandakan bahwa semakin banyak jumlah pekerja tetap maka semakin
tinggi produktivitas kayu bulat yang bisa dihasilkan, dan sebaliknya. Untuk
koefisien determinasi (R2) diperoleh hasil sebesar 0,671. Angka
tersebut menandakan bahwa 67,1 % variasi produktivitas kayu bulat dapat
dijelaskan oleh variabel jumlah pekerja tetap, sisanya dapat dijelaskan oleh
variabel lain misalnya tingkat pendidikan pekerja, pendapatan pekerja,
asupan(gizi), dsb yang dapat menunjang kinerja pegawai sehingga dapat
mempengaruhi produktivitas kayu bulat yang dihasilkan. Karena R2 yang
dihasilkan lebih dari 0,5 maka model regresi linier sederhana cukup baik untuk
diterapkan pada kasus ini.
·
Analisis Keseluruhan
Berdasarkan
tabel 7, jumlah pekerja tetap kehutanan di Indonesia tahun 2000-2013 semakin
menurun dari tahun ke tahun. Kenaikan jumlah pekerja tetap hanya terjadi sekali
pada tahun 2007 dan kemudian jumlahnya semakin menurun hingga tahun 2013.
Penurunan jumlah pekerja tetap diiringi dengan turunnya produktivitas kayu
bulat. Sebagimana diketahui, produktivitas kayu bulat diperoleh dari produksi
kayu bulat dibagi dengan luas lahan tanaman masak tebang. Produktivitas yang
kian menurun perlu diperhatikan penyebabnya. Lahan tanaman masak tebang dari
tahun ke tahun luasnya tidak stabil, pada beberapa tahun mengalami penurunan
lalu tahun berikutnya meningkat, dan sebaliknya. Penurunan luas lahan bisa
dikarenakan adanya lahan yang mengalami kerusakan seperti kebakaran. Adanya reboisasi lahan hutan menyebabkan luas lahan
yang bisa menghasilkan kayu bulat meningkat dari tahun sebelumnya. Namun,
kenaikan luas lahan tersebut tidak diiringi dengan kenaikan jumlah produksi
kayu bulat. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kenaikan luas lahan tanaman
masak tebang tidak menjamin kenaikan produksi kayu bulat sepenuhnya. Terdapat
banyak faktor yang bisa menyebabkan penurunan produksi kayu bulat yang
menyebabkan produktivitas kayu bulat juga semakin menurun, salah satunya adalah
jumlah pekerja tetap.
Berdasarkan
perhitungan menggunakan regresi linier sederhana, jika jumlah pekerja tetap
bertambah 1 orang, maka dapat meningkatkan produktivitas kayu bulat sebesar
6,863 x 10-5. Dilihat dari hasil selang kepercayaan dan uji t atas
slope (b1), dapat dikatakan bahwa jumlah pekerja tetap berpengaruh
terhadap produktivitas kayu bulat di Indonesia tahun 2000-2013. Namun, bila
perubahan jumlah pekerja tetap sebesar 1 orang tidak akan terlalu berarti bagi
peningkatan produktivitas kayu bulat. Hal tersebut dikarenakan luas lahan
kehutanan di Indonesia sangat luas (data terakhir tahun 2013 sebesar 4.852.881
ha), sehingga sangatlah wajar bila kenaikan 1 pekerja tetap tidak terlalu
menyebabkan peningkatan yang signifikan terhadap produktivitas kayu bulat.
Peningkatan lahan luas tanaman masak tebang bila tidak diiringi dengan
peningkatan jumlah pekerja tetap, tidak akan menaikkan produksi kayu bulat.
Oleh karena itu jumlah pekerja tetap atau lapangan pekerjaan di bidang kehutanan
harus selalu diperhatikan sehingga meskipun terjadi pengurangan luas lahan
tanaman masak tebang, produktivitas kayu
bulat yang dihasilkan dapat stabil atau bahkan meningkat dari tahun ke
tahun.
Korelasi
antara jumlah pekerja tetap dengan produktivitas kayu bulat bersifat positif
dan kuat. Semakin menurunnya jumlah pekerja tetap, maka produktivitas kayu
bulat yang dihasilkan juga semakin menurun, dan sebaliknya. Hasil dari
perhitungan koefisien determinasi menunjukkan bahwa 67,1% variasi produktivitas
kayu bulat dapat dijelaskan oleh jumlah pekerja tetap, sisanya yaitu 32,9%
dapat dijelaskan oleh faktor lain diantaranya sebagai berikut.
1. Keahlian kerja
Pekerja yang ahli dalam bidangnya tentunya mempunyai produktivitas
kerja yang lebih tinggi. Jumlah pekerja yang banyak bila diiringi dengan
kualitas sumber daya manusia yang baik tentunya akan menghasilkan produktivitas
yang tinggi.
2. Motivasi kerja
Pekerja
yang mempunyai motivasi yang tinggi dalam bekerja tentunya berbanding lurus
dengan produktivitas kerja yang dihasilkan. Motivasi bekerja dipengaruhi oleh
banyak hal diantaranya seperti: pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya,
kesejahteraan tenaga kerja yang tinggi, lingkungan kerja yang baik, dan keadaan
psikis dan kesehatan pekerja yang baik pula.
3. Kondisi Psikis dan Kesehatan Pekerja
Kondisi
psikis sangat dipengaruhi oleh kehidupan pekerja sehari–hari dengan
lingkungannya. Berbagai bentuk sosial yang terjadi di dalam diri pekerja sangat
mempengaruhi psikis pekerja. Kondisi psikis kerja yang baik berhubungan dengan
peningkatan produktivitas kerja. Begitu juga dengan kesehatan pekerja,
kebutuhan nutrisi tubuh yang cukup untuk melakukan pekerjaan akan membuat
pekerjaan lebih mudah dilakukan. Kebutuhan nutrisi ini sangat dipengaruhi oleh
makanan dan minuman yang dikonsumsi pekerja, konsumsi nutrsi yang cukup
tentunya akan membuat tubuh sehat dan mempunyai kemampuan untuk menghasilkan
produk.
4. Organisasi kerja
Unit manajemen dalam industri kehutanan bisa mempengaruhi produktivitas
kerja. Pembagian kerja yang jelas, pelaksanaan kegiatan kerja dengan planning
yang baik, waktu kerja yang efisien dan interaksi yang baik didalamnya akan
menciptakan lingkungan kerja yang baik pula. Administratif organisasi yang
jelas dan transparan akan meningkatkan motivasi pekerja serta sinergis dengan
produktivitas kerja yang dihasilkan.
5. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja dalam bidang kehutanan khususnya kayu bulat meliputi
peralatan kerja yang memadai, tata letak peralatan kerja, peralatan kerja yang
ergonomis, kondisi lingkungan, dan safety atau pengaman dalam bekerja
tentunya juga mempengaruhi produktivitas kerja.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasar
analisis dan pembahasan dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Jumlah
perusahaan pengusaha budidaya tanaman kehutanan tidak mengalami
perubahan-perubahan yang ekstrim atau relatif stabil dengan variasi yang
beragam. Terjadi perubahan baik peningkatan ataupun penurunan dalam selang
waktu beberapa tahun. Hal yang serupa juga terjadi pada lahan yang digunakan
untuk budidaya, relatif stabil. Luas lahan untuk budidaya tanaman kehutanan
mendominasi 50% lebih dari total tanah yang dikuasai oleh perusahaan
pembudidaya. Namun hal senada tidak kita temui dalam produksi kayu bulat.
Produksi kayu bulat dari tahu 2000-2013 mengalami kecenderungan menurun dari
tahu ke tahun.
2. Terdapat
hubungan linier antara jumlah pekerja tetap dan produktivitas kayu bulat serta
terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel jumlah pekerja tetap terhadap
produktivitas kayu bulat.
3. Berikut
persamaan yang kami dapatkan untuk menestimasi nilai produksi kayu bulat
berdasarkan jumlah pekerja tetap yang telah ditentukan.
ŷ
= 1,6979 + (6,86 x 10-5)x
x
= jumlah pekerja tetap
ŷ
= estimasi nilai produksi kayu bulat
4.
Korelasi antara jumlah
pekerja tetap dengan produktivitas kayu bulat bersifat positif dan kuat.
Semakin menurunnya jumlah pekerja tetap, maka produktivitas kayu bulat yang
dihasilkan juga semakin menurun, dan sebaliknya. Hasil dari perhitungan
koefisien determinasi menunjukkan bahwa 67,1% variasi produktivitas kayu bulat
dapat dijelaskan oleh jumlah pekerja tetap, sisanya yaitu 32,9% dapat
dijelaskan oleh faktor lain diantaranya keahlian kerja, motivasi kerja, kondisi
psikis dan kesehatan pekerja, organisasi kerja serta lingkungan kerja
5.2 Saran
Berdasar
kesimpulan yang telah disebutkan diatas, maka saran yang adapat diberikan
penulis adalah sebagai berikut:
1. Pemerintah
hendaknya membuat layanan Keluarga Berencana menjadi lebih mudah untuk
dijangkau dan diterima masyarakat, misalnya dengan memberikan kontrasepsi
secara cuma-cuma atau dengan menawarkan metode kontrasepsi yang lebih beragam
bagi masyarakat.
2. Pemerintah
hendaknya meningkatkan sosialiasi mengenai norma keluarga kecil bahagia dan
sejahtera sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga yang selanjutnya
akan berdampak terhadap penurunan tingkat kemiskinan.
3. Pemerintah
hendaknya membuat peraturan ketenagakerjaan yang baik agar dapat meningkatkan
kesempatan kerja bagi wanita.
4. Pemerintah
hendaknya meningkatkan jumlah tenaga kesehatan khususnya yang membidangi
kontrasepsi karena secara teori mereka memberikan kontribusi bagi keberhasilan
Keluarga Berencana di Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Nurdiansyah,
Wisnu. 2016 Statistik Produksi kehutanan
Diakses Pada Tanggal 01 Juni 2016 Pukul 16:10 wib.