Sabtu, 11 Juni 2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
Sekitar 70% daratan di Indonesia berupa kawasan hutan Negara. Hutan Indonesia berfungsi sebagai paru-paru dunia dan dianggap signifikan mempengaruhi iklim dunia. Selain sebagai sumber keragaman hayati dunia, hutan Indonesia telah menjadi perhatian untuk dipertahankan keberadaannya. Oleh karena itu, sangat diperlukan pemanfaatan hutan secara optimal tanpa mengurangi kemampuan hutan untuk menghasilkan manfaat berkelanjutan bagi masyarakat lokal, nasional, maupun regional, bahkan internasional.
Hasil hutan utama di Indonesia adalah kayu        bulat. Berbagai jenis kayu bulat yang dihasilkan oleh hutan di Indonesia tentunya bernilai ekonomis tinggi. Selama tiga dekade, sektor kehutanan telah menjadi modal utama pembangunan ekonomi bangsa, dan telah memeberikan dampak positif, seperti penyerapan tenaga kerja, perolehan devisa, dan pengembangan wilayah.
Berdasarkan data statistik, jumlah produksi kayu bulat yang menjadi produk hutan terbesar di Indonesia, semakin menurun. Padahal kayu bulat adalah hasil yang mempunyai nilai tinggi baik dari segi ekonomi, pemanfaatan, dsb. Penurunan produksi kayu bulat perlu dikaji lebih lanjut, terkait program masa depan Indonesia yakni menjadi penghasil kayu terbesar di dunia. Untuk perencanaan serta evaluasi pembangunan kehutanan ke depan, diperlukan studi mengenai apa saja yang mempengaruhi produktivitas kayu bulat.      




1.2  Perumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang, kita dapat menyusun rumusan masalah sebagai berikut.
1.      Berapakah luas lahan yang dipergunakan untuk budidaya tanaman kehutanan dan luas  tanaman masak tebang/siap panen?
2.      Berapa besar produksi kayu bulat di Indonesia?
3.      Berapa banyak pekerja tetap yang terlibat dalam kegiatan budidaya tanaman kehutanan?
4.      Bagaimanakah hubungan antara jumlah pekerja tetap dan produktivitas kayu bulat?
5.      Apakah jumlah pekerja tetap mempengaruhi produktivitas kayu bulat?
6.      Bagaimana estimasi nilai produksi kayu bulat berdasarkan data pekerja tetap yang telah ditentukan?

1.3  Tujuan Penelitian
1.      Melihat tren perubahan jumlah perusahaan yang terlibat dalam kegiatan budidaya tanaman kehutanan, jumlah pekerja tetap, luas lahan, serta produksi kayu bulat yang dihasilkan.
2.      Menyelidiki ada tidaknya hubungan antara jumlah pekerja tetap yang terlibat dalam kegiatan budidaya tanaman kehutanan dengan produktivitas kayu bulat.
3.      Menyusun persamaan untuk mengestimasi nilai produksi kayu bulat berdasarkan jumlah pekerja tetap.
4.      Memaparkan hubungan produktivitas kayu bulat dan jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan budidaya tanaman kehutanan.




1.4 Manfaat Penelitian
1.      Mengetahui besar produksi kayu bulat di Indonesia.
2.      Mengetahui banyak perusahaan pengusaha budidaya tanaman kehutanan di Indonesia berdasarkan bentuk badan hukumnya.
3.      Mengetahui luas lahan yang digunakan untuk budidaya tanaman kehutanan.
4.      Mengetahui jumlah pekerja tetap yang terlibat dalam usaha budidaya tanaman kehutanan.
5.      Mengetahui hubungan dan pengaruh jumlah pekerja tetap terhadap produktivitas tanaman kehutanan, yakni kayu bulat.














BAB II
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
2.1 Jumlah Perusahaan Pembudidaya Tanaman Kehutanan menurut Bentuk Badan Hukum
BPS mengklasifikasikan perusahaan pembudidaya tanaman kehutanan menjadi tiga kelompok besar berdasarkan bentuk badan hukumnya, yaitu Perusahaan Negara (PN) / Perusahaan Daerah (PD), Perusahaan Terbatas(PT)/NV dan lainnya. Dari Tabel 3.1 kita dapat mengetahui masing-masing jumlah dan proporsi masing-masing bentuk badan hukum yang dimaksud.
Tabel 1. Banyaknya Perusahaan Pembudidaya Tanaman Kehutanan di Indonesia menurut Bentuk Badan Hukum pada Akhir Tahun 2000-2013
Tahun
Bentuk Badan Hukum
Jumlah Perusahaan
Proporsi
PN/PD
PT/NV
Lainnya
PN/PD
PT/NV
Lainnya
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
2000
47
188
3
238
0.20
0.79
0.01
2001
49
184
3
236
0.21
0.78
0.01
2002
51
190
3
244
0.21
0.78
0.01
2003
57
154
4
215
0.27
0.72
0.02
2004
57
135
4
196
0.29
0.69
0.02
2005
57
128
4
189
0.30
0.68
0.02
2006
57
145
4
206
0.28
0.70
0.02
2007
57
178
4
239
0.24
0.74
0.02
2008
57
179
4
240
0.24
0.75
0.02
2009
57
195
4
256
0.22
0.76
0.02
2010
59
175
-
234
0.25
0.75
0.00
2011
57
149
-
206
0.28
0.72
0.00
2012
68
145
-
213
0.32
0.68
0.00
2013
70
165
-
235
0.30
0.70
0.00
     Sumber : Badan Pusat Statistik




Grafik 1. Jumlah Perusahaan Pembudidayaan Tanaman Kehutanan menurut Bentuk Badan Hukum di Indonesia Tahun 2000-2013

Jumlah perusahaan Pembudidaya Tanaman Kehutanan Di Indonesia menurut bentuk badan hukumnya relatif stabil atau tidak mengalami perubahan yang signifikan. Rata-rata 26% bagian dari total merupakan PN/PD. Sedangkan yang paling mendominasi adalah PT/NV rata-rata sebesar 73% dan perusahaan lainnya hanya sekitar 1%
Perusahaan berbentuk badan hukum PN/PD mempunyai kecenderungan kenaikan yang kecil dengan rata-rata jumlah sebesar 57,14. Bahkan pada tahun 2003-2009 jumlahnya tidak mengalami perubahan.
Perusahaan berbentuk badan hukum PT/NV memiliki kecenderungan yang paling bervariasi diantara dua bentuk hokum yang lain.  Jumlah Perusahaan ini mengalami kenaikan dari tahun 2000 hingga tahun 2002 kemudian turun hingga tahun2005 dan kembali naik hingga puncaknya tahun 2009 namun kembali turun hingga tahun 2012 dan naik lagi di tahun berikutnya. Rata-rata jumlahnya sebesar 165
 Jumlah perusahan pembudidaya tanaman kehutanan di Indonesia menjadi cukup bervariasai perubahannya di setiap tahun akibat pengaruh variasi dari PT/NV.

2.2 Luas Tanah yang Dikuasai Perusahaan Pembudidaya Tanaman  Kehutanan menurut Penggunaannya.
Setiap perusahaan pembudidaya tanaman kehutanan memiliki sejumlah tanah yang dikuasai yang tidak semuanya dipergunakan untuk produksi/budidaya tanaman kehutananan. Selain untuk budidaya tanah tersebut dipergunakan juga sebagai tanah cadangan, pembangunan gedung, jalan, perumahan, dll. Dalam tabel 3.3 ini disajikan luas tanah untuk masing-masing pemanfaatan serta penghitungan proporsi masing-masing bagian tersebut.

Tabel 2. Penggunaan Tanah yang Dikuasai Perusahaan Pembudidaya Tanaman kehutanan di Indonesia pada Akhir Tahun (2000-2013)
Tahun
Penggunaan Tanah
Tanah yang dikuasai oleh perusahaan
Proporsi Penggunaan Tanah
Untuk Budidaya Tanaman
Tanah Cadangan
Gedung, Jalan, Perumahan, dll
Untuk Budidaya Tanaman
Tanah Cadangan
Gedung, Jalan, Perumahan, dll
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
2000
5765966
2203380
1109376
9078722
0.64
0.24
0.12
2001
4684553
2292392
1038987
8015932
0.58
0.29
0.13
2002
4727427
2581314
947845
8186514
0.58
0.32
0.12
2003
4661679
3071352
608070
8341101
0.56
0.37
0.07
2004
3876578
3497885
560664
7935127
0.49
0.44
0.07
2005
3849417
2394235
1379277
7622929
0.50
0.31
0.18
2006
3913339
2138801
1568694
7620834
0.51
0.28
0.21
2007
4500208
2449998
1875334
8816481
0.51
0.28
0.21
2008
4533632
2458595
1896060
8879223
0.51
0.28
0.21
2009
4757792
2977358
1785713
9520863
0.50
0.31
0.19
2010
7375575
1961898
1498709
10836182
0.68
0.18
0.14
2011
6617074
2256771
628783
9502628
0.70
0.24
0.07
2012
8681798
3181312
1015625
12878734
0.67
0.25
0.08
2013
7313541
1856845
711915
9882300
0.74
0.19
0.07
Sumber : Badan Pusat Statistik

Grafik 2.1 Penggunaan Tanah yang Dikuasai Perusahaan Pembudidaya Tanaman Kehutanan untuk Pembudidayaan Tanaman Kehutanan di Indonesia

Grafik 2.2 Penggunaan Tanah yang Dikuasai Perusahaan Pembudidaya Tanaman Kehutanan sebagai Tanah Cadangan di Indonesia

Grafik 2.3 Penggunaan Tanah yang Dikuasai Perusahaan Pembudidaya Tanaman Kehutanan untuk pembangunan gedung, jalan, perumahan dll di Indonesia
Tanah yang dikuasai oleh perusahaan pembudidaa tanaman kehutanan tidak sepenuhnya digunakan sebagai lahan pembudidayaan tanaman, namun juga dimanfaatkan untuk keperluan lain yang dapat menunjang kemampuan produksi perusahaan dan kepentingan teknis lainnya.
Secara garis besar penggunaan tanah tersebut dibagi atas tiga kelompok besar yakni Untuk budidaya tanaman kehutanan, sebagai tanah cadangan, serta digunakan untuk pembangunan gedung, jalan, perumahan, dll.
Alokasi terbesar adalah untuk pembudidayaan tanaman kehutanan. Rata-rata penggunaannya adalah sebesar 58% dari total tanah yang dikuasai perusahaan. Sedangkan tanah cadangan hanya sekitar 28%. Kemudian penggunaan untuk pembangunan gedung, jalan, perumahan dan lain-lain hanya sebesar 13%.
Penggunaan tanah untuk budidaya tanaman kehutanan mengalami penurunan secara berturut dari tahun 2000-2005, kemudian jumlahnya meningkat di tahun berikutnya hingga tahun 2010 dan naik berturut-turut dua tahun selanjutnya namun kembali turun di tahun 2013. Ketiga jenis penggunaan memiliki perubahan yang cukup bervariasi dari tahun ke tahun.

2.3 Luas Lahan Budidaya Tanaman Hutan


Tahun
Luas tanaman pada awal tahun
Luas tanaman pada akhir tahun
Jumlah
Persentase Tanaman masak tebang/Jumlah
Tanaman muda
Tanaman masak tebang
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
2000
3143780
2889220
1295998
4185218
30.96608
2001
3541180
2397002
1454588
3851590
37.76591
2002
673732
468428
236211
704645
33.52199
2003
704654
494763
204838
699601
29.27926
2004
5051639
2236516
1251153
3487669
35.87362
2005
556388
307345
368070
675415
54.49538
2006
2901613
1209303
1917588
3126891
61.32571
2007
3116068
1215133
2181322
3396455
64.22349
2008
3116697
1401453
1648009
3129858
52.65443
2009
3378890
1515541
1790848
3312419
54.06466
2010
3313604
1397253
1905942
3311495
57.55533
2011
3343236
1340504
1999056
3344565
59.77028
2012
3355024
1299548
2112819
3412372
61.91643
2013
3414042
1469345
1936750
3406095
56.86130
Tabel 3.  Luas Lahan Budidaya Tanaman Kehutanan
Sumber : Badan Pusat Statistik






Grafik 3. Luas Tanaman pada Awal Tahun dan Akhir Tahun
               
Dapat dilihat dari grafik bahwa luas tanaman pada awal tahun akan sebanding dengan luas tanaman muda dan tanaman masak tebang.  Tanaman muda adalah tanaman atau yang baru saja ditanam yang masih tergolong muda dari berbagai jenis tanaman hutan dan Tanaman masak tebang merupakan tanaman atau pohon yang sudah siap dipanen. Luas tanaman pada awal tahun akan berkolerasi kuat dengan luas tanaman muda dan tanaman masak tebang karena kedua jenis tanaman tersebut ikut masuk perhitungan pada luas tanaman pada awal tahun.
            Dilihat dari arah gejalanya, luas tanaman pada awal tahun dari 2001 sampai tahun 2012, tahun 2001 yang menjadi titik tertinggi dengan luas sekitar 2,5 juta hektar.  Pada tahun 2002 terjadi penurunan pesat pada luas tanaman pada awal tahun, tanaman muda dan tanaman masak tebang sebesar 81% menyisakan 673,7 ribu hektar. Dapat dilihat bahwa luas tanaman masak tebang juga ikut menurun yang mana dapat diartikan bahwa ada faktor lain yang menyebabkan penurunan luas tanaman pada awal tahun tersebut.
Banyak hal lain yang dapat menyebabkan penurunan luas hutan seperti : (1) pembukaan lahan perkebunan agrikultur dalam skala besar, (2) kolonisasi , (3)  illegal logging, (4) Kebakaran hutan ,(5) penambangan di areal hutan, yang membuat kerusakan hutan dengan tingkat polusi limbah tinggi dan (6) aktivitas substansial lain, contohnya penebangan kayu untuk bahan bakar dan lahan pertanian rakyat. (Pamungkas,Abdee : 2012). Pada tahun 2002 sendiri penyebab  terbesar penurunan luas lahan hutan sendiri adalah kebakaran hutan. Berdasarkan data Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), laju kerusakan hutan di Indonesia tahun 2002-2005 merupakan yang terbesar dan terparah di dunia. Setiap tahun, menurut FAO, rata-rata 1,871 juta hektar hutan Indonesia hancur atau 2 persen dari luas hutan yang tersisa pada tahun 2005, yakni 88,495 juta hektar. (Hidayatullah , Hilal : 2013). 
            Dari tahun 2002 sampai 2005 luas tanaman pada awal tahun, tanaman muda dan tanaman masak tebang mengalami fluktuasi yang tidak terlalu besar. Untuk luas tanaman pada awal tahun sendiri terjadi peningkatan 4,6 persen di tahun 2003 dan menurun lagi 21 persen dari tahun 2003 ke tahun 2005. Sedangkan  untuk luas tanaman muda sendiri terjadi peningkatan sebesar 5,6 persen di tahun 2003 dan menurun sebesar 37,9 persen dari tahun 2003 ke tahun 2005. Untuk luas tanaman masak terbang terjadi penurunan sebesar 13,3 persen di tahun 2003 dan naik sebesar 79,7 persen pada tahun 2005.
Dari tahun 2005 ke tahun 2006 terjadi peningkatan yang cukup besar pada luas tanaman pada awal tahun, tanaman muda dan tanaman masak tebang. Untuk luas tanaman pada awal tahun sendiri terjadi peningkatan sebesar 421,5 persen diikuti dengan luas tanaman muda sebesar 293,5 persen dan luas tanaman masak tebang sebesar 421 persen. Peningkatan yang cukup besar tersebut dipacu oleh beberapa faktor yang antara lain adalah kebijakan pemerintah tentang restorasi hutan alam yang sudah rusak  dan perlindungan hutan dan ekosistem sensitif untuk meningkatkan daya dukung ekosistem. (Pamungkas,Abdee : 2012). 
Dari tahun 2007 sampai tahun 2012 terjadi fluktuasi naik turun yang tidak terlalu besar pada luas tanaman pada awal tahun, tanaman muda dan tanaman masak tebang.  Pada tahun 2007 terjadi peningkatan sebesar 7,4 persen pada luas tanaman awal tahun, 0,5 persen pada luas tanaman muda dan 13,7 persen pada tanaman masak tebang. Untuk tahun 2008 terjadi peningkatan kecil sebesar 0,02 persen pada luas tanaman awal tahun, 15,3 persen pada luas tanaman muda dan penurunan sebesar 24,4 persen pada tanaman masak tebang. Tahun 2009 terjadi peningkatan sebesar 8,4 persen pada luas tanaman awal tahun, 8,1 persen pada luas tanaman muda dan 8,6 persen pada tanaman masak tebang.  Dari tahun 2009 ke 2010 terjadi menurunan sebesar 1 persen pada luas tanaman awal tahun, 11 persen pada luas tanaman muda dan penambahan 11,6 persen pada tanaman masak tebang. Pada tahun 2012 terjadi peningkatan kecil sebesar 0,3 persen pada luas tanaman awal tahun, penurunan sebesar 3 persen pada luas tanaman muda dan peningkatan 5,7 persen pada tanaman masak tebang.

2.4 Produksi Kayu Bulat
Setiap tahunnya Badan Pusat Statistik mengumpulkan data mengenai jumlah produksi kayu bulat dari setiap perusahaan HPH di Indonesia. Kayu bulat disini merupakan kayu gelondongan yang dihasilkan dari berbagai jenis varietas atau komoditas pohon.
Tabel.4.1 Jumlah Produksi Kayu Bulat perusahaan HPH di Indonesia Tahun 2000-2013
Tahun
Jumlah Produksi (m3)
2000
13.059.772
2001
10.960.188
2002
11.544.617
2003
10.007.770
2004
8.158.403
2005
8.769.662
2006
7.901.394
2007
8.502.933
2008
8.058.734
2009
7.399.249
2010
7.341.269
2011
6.373.319
2012
5.342.112
2013
4.852.881
                            Sumber  : Badan Pusat Statistik
Dari tabel 4.1 dapat kita lihat perkembangan jumlah produksi kayu bulat dari tahun 2000 sampai tahun 2013 cenderung menurun meskipun ada sedikit kenaikan di beberapa tahun tertentu. Di tahun 2000 jumlah produksi kayu bulat mencapai 13.798.240 m3, sedangkan di tahun 2013 jumlah produksi kayu bulat turun menjadi 4.852.881 m3.
Grafik 4. Jumlah Produksi Kayu Bulat Perusahaan HPH di Indonesia
Tahun 2000-2013
Penurunan jumlah produksi diatas dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Subdirektorat Kehutanan Badan Pusat Statistik, beberapa faktor tersebut diantaranya yaitu adanya moratorium penebangan dari pemerintah dimana efeknya yaitu pembatasan jumlah pohon yang ditebang. Selain itu pelarangan melakukan ekspor kayu bulat ke luar negeri juga menyebabkan turunnya produksi kayu bulat.
Namun disisi lain, jika dilihat dari tahun ke tahun, berdasarkan hasil Survei Perusahaan Pemegang Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK-HA) memang ada kecendrungan penurunan jumlah komoditas pohon yang ditebang meskipun dibeberapa tahun tertentu mengalami kenaikan jumlah komoditas. Jumlah komoditas dari tahun ke tahun dapat dilihat dalam Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Jumlah Komoditas Kayu Bulat perusahaan HPH di Indonesia Tahun 2000-2013
Tahun
Jumlah Komoditas
2000
76
2001
72
2002
69
2003
72
2004
61
2005
59
2006
59
2007
64
2008
63
2009
62
2010
56
2011
27
2012
39
2013
47
                  Sumber  : Badan Pusat Statistik
Jumlah komoditas tertinggi terjadi pada tahun 2000 yaitu sebanyak 76 jenis pohon dimana komoditi Meranti menjadi penymbang tertinggi dalam produksi kayu bulat. Sebaliknya pada tahun 2011 hanya ada sekitar 27 jenis pohon yang dilaporkan oleh perusahaan pemegang IUPHHK-HA yang ditebang dan menghasilkan kayu bulat.
Dari data jumlah produksi pada Tabel 4.1 dan jumlah komoditas pada Tabel 4.2, masih ada kemungkinan bertambahnya jumlah produksi ataupun jumlah komoditas pohon yang ditebang. Hal ini dikarenakan survei yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik belum mencakup kepada pelaku atau perusahaan yang melakukan penebangan liar tanpa ijin atau yang biasa disebut Illegal Loging. Pencatatan jumlah pohon yang ditebang liar tanpa ijin lebih memiliki banyak kendala dan resiko. Pada umumnya pelaku penebangan liar baik individu, sekelompok orang, atau perusahaan tertentu tidak mengaku telah melakukan penebangan liar, dilain kasus orang-orang tersebut sangat susah ditemui.


1.5    Jumlah Pekerja Perusahaan
Produktivitas dipengaruhi oleh berbagai hal, termasuk pekerja yang merupakan salah faktor utama dalam peningkatan produktivitas. Pendidikan tertinggi yang ditamatkan dapat menjadi tolak ukur apakah pekerja tersebut memiliki kualitas yang baik atau kurang. Disini, kelompok kami akan membahas jumlah pekerja tetap menurut jenis kelamin dan pendidikan tertinggi yang ditamatkan dari tahun 2000-2013.
Grafik 5.1 Jumlah Pekerja Tetap Menurut Jenis Kelamin Tahun 2000-2013
Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik diatas memperlihatkan bahwa jumlah pekerja tetap paling banyak didominasi oleh laki-laki dengan rata-rata 87,9% per tahunnya yang menurun dari tahun 2000-2013, walaupun ada beberapa kenaikan dari tahun sebelumnya. Untuk pekerja tetap perempuan rata-rata per tahun sebesar 11,8%, pun terjadi penurunan dari tahun 2000-2013 tetapi relatif stabil dari tahun 2004-2013. Lalu ada pekerja tetap asing yang tidak banyak, hanya berjumlah rata-rata 0,2% per tahunnya dari total keseluruhan

Grafik 5.2 Jumlah Pekerja Tetap Menurut Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan Tahun 2000-2013
Sumber: Badan Pusat Statistik

Tabel kedua memperlihatkan pekerja tetap keseluruhan menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Terlihat bahwa paling banyak pendidikan tertinggi yang ditamatkan adalah SLTA dengan proporsi per tahunnya sebesar 49,5% diikuti SD sebesar 21,6%, SLTP sebesar 21,1%, Tidak Tamat SD sebesar 3%, Sarjana Pertanian Lainnya sebesar 2,1%, Tidak Sekolah 1,2%, Akademi/DIII Kehutanan 1,1%, Akademi/DIII Lainnya 0.9%, Sarjana Ekonomi 0,75%, Sarjana Lainnya 0,74%, Sarjana Kehutanan 0,5%, Sarjana Teknik Mesin&Industri 0,14%, Sarjana Kimia/Farmasi 0,03%. Jadi kualitas pekerja tetap masih terbilang kurang karena pendidikan tertinggi yang ditamatkan paling banyak adalah SLTA yang diikuti SD dan SLTP yang dapat mempengaruhi produktivitas kayu bulat.
Pada pendidikan tertinggi yang ditamatkan SLTA proporsi Laki-laki sebesar 83,2%, wanita sebesar 11,8%, dan WNA sebesar 0,1%. Jika dilihat dari jenis kelamin dan kewarganegaraan, Laki-laki memiliki proporsi paling banyak pendidikan tertinggi yang ditamatkan yaitu SLTP sebesar 93% dari jumlah keseluruhan SLTP, Perempuan paling banyak yaitu Sarjana Ekonomi sebesar 21,9% dari jumlah keseluruhan Sarjana Ekonomi, WNA paling banyak yaitu Sarjana Teknik Mesin&Industri sebesar 10,2% dari jumlah keseluruhan Sarjana Teknik Mesin&Industri.

2.6  Proporsi Penggunaan Kayu Bulat
Tabel 6. Nilai Penggunaan Produksi Kayu di Indonesia menurut tahun dari tahun 2000-2013 (ribu rupiah)
Tahun
Stok Awal
Dijual dalam negri
Rusak, susut, hilang, dll
Stok Akhir
Proporsi kayu yang dijual dalam negri
Sumbangan subsector kehutanan pada PDB
2000
1.326.099.944
4.871.377.472
31.639.062
1.204.811.055
79,76%
1,18%
2001
1.655.544.800
4.754.037.527
25.492.228
1.339.724.209
77,69%
1,03%
2002
1.304.890.865
4.098.725.218
34.732.968
1.110.893.048
78,16%
0,97%
2003
1.041.527.931
4.657.376.508
24.248.472
917.170.458
83,19%
0,91%
2004
1.087.921.163
4.365.836.540
20.069.003
886.085.453
82,81%
0,88%
2005
1.257.454.096
4.824.460.637
19.047.189
983.808.803
82,79%
0,81%
2006
1.032.684.586
4.271.636.266
17.935.852
812.787.083
83,72%
0,90%
2007
1.301.358.052
5.050.101.036
33.033.931
1.236.386.734
79,91%
0,92%
2008
1.263.737.502
5.050.713.364
24.918.867
1.117.403.192
81,55%
0,82%
2009
1.573.955.233
5.586.281.282
20.731.863
1.378.786.111
79,97%
0,81%
2010
1.737.749.766
5.398.487.332
24.020.241
1.586.540.225
77,02%
0,75%
2011
949.180.286
2.945.805.784
61.471.642
5.159.780.362
36,07%
0,70%
2012
970.641.155
5.578.948.790
52.127.573
1.037.046.304
83,67%
0,67%
2013
860.751.605
5.306.524.261
13.169.306
881.085.542
85,58%
0,63%

Grafik 6. Proporsi Kayu yang Dijual Dalam Negeri          
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa penjualan kayu di dalam negri relative stabil dari tahun 2000 sampai 2010. Pada tahun 2011 terjadi penurunan penjualan kayu yang cukup drastis mencapai 54,57% namun pada tahun selanjutnya penjualan kayu kembali normal pada nilai penjualan sekitar 5 milyar rupiah. Sementara itu sumbangan subsektor kehutanan pada PDB relatif kecil yaitu sekitar 0,6% sampai 1,18% dari total PDB. Walaupun nilai penjualan kayu dalam negeri cenderung naik, tapi sumbangan subsektor kehutanan pada PDB cenderung turun dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan perkembangan subsector kehutanan masih kalah dibandingkan sektor yang lain.

2.7       Pengaruh Jumlah Pekerja Tetap terhadap Produktivitas Kayu Bulat
            Pengaruh jumlah pekerja tetap terhadap produktivitas kayu bulat dapat dilihat melalui regresi linier sederhana. Variabel terikat (y) yakni produktivitas kayu bulat dipengaruhi oleh variabel bebas (x) jumlah pekerja tetap. Produktivitas kayu bulat didapat dari jumlah produksi kayu bulat dibagi dengan luas tanaman masak tebang. Berikut adalah data untuk jumlah pekerja tetap dan produktivitas kayu bulat di Indonesia tahun 2000-2013.









Tahun
x
y
(1)
(2)
(3)
2000
107.104
10,077
2001
99.229
6,5
2002
61.086
6,7124
2003
47.953
6,333
2004
40.626
6,521
2005
34.473
5,092
2006
31.901
4,12
2007
41.130
3,898
2008
41.098
4,889
2009
40.573
4,132
2010
36.896
3,852
2011
32.720
3,188
2012
32.328
2,528
2013
31.905
2,506
Tabel 7. Jumlah Pekerja Tetap dan Produktivitas Kayu Bulat di Indonesia tahun 2000-2013












Keterangan :
x = jumlah pekerja tetap
y = produktivitas kayu bulat

·         Persamaan Regresi
b1 = xy – nxy   = 3946900,669 – 3412007,947  = 6,86 x 10-5
∑x2 – nx2      4,0727 x 1010 – 3,2934 x 1010

                b0 = y – b1x = 5,02488 – 3,327 = 1,6979
            Dengan demikian, dapat diperoleh persamaan regresi atas variabel bebas yakni jumlah pekerja tetap dan variabel terikat yakni produktivitas kayu bulat sebagai berikut.
ŷ = 1,6979 + (6,86 x 10-5)x
Interpretasi : jika jumlah pekerja tetap bertambah 1 orang, maka dapat meningkatkan produktivitas kayu bulat sebesar 6,863 x 10-5.

Berikut adalah plot dari estimasi produktivitas kayu bulat dilihat dari jumlah pekerja tetapnya.








·          
·          
·          
·          
·          







Tabel ANOVA
ANOVAa
Model
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
1
Regression
36,712
1
36,712
24,443
,000b
Residual
18,023
12
1,502


Total
54,735
13



a. Dependent Variable: produktivitas
b. Predictors: (Constant), jumlahpekerjatetap


·         Uji F
HO : β1 = 0
H1 : β1 ≠ 0
Alpha : 0,05
Statistik uji : F* = MSR
                               MSE
Wilayah kritik : F* > F(1-alpha, 1, n-2)
Berdasarkan tabel anova didapat F* = 24,443
Keputusan : tolak H0, karena F* > 4,747
Kesimpulan : dengan tingkat kepercayaan 95%, terdapat hubungan linier antara jumlah pekerja tetap dan produktivitas kayu bulat serta terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel jumlah pekerja tetap terhadap produktivitas kayu bulat.

·         Confidence Interval dan Uji T

Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t
Sig.
95,0% Confidence Interval for B

B
Std. Error
Beta
Lower Bound
Upper Bound

1









jumlahpekerjatetap
6,863E-005
,000
,819
4,944
,000
,000
,000

a. Dependent Variable: produktivitas


·         Confidence Interval 95% untuk β1
Berdasarkan hasil perhitungan, dengan tingkat kepercayaan 95%, jika jumlah pekerja tetap bertambah 1 orang, maka efeknya tidak akan berarti bagi peningkatan produktivitas kayu bulat. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel di atas, standard error atas b1 mendekati 0 sehingga selang kepercayaan yang dihasilkan juga mendekati 0. Selain itu hasil estimasi (b1) yang diperoleh juga menunjukkan bahwa perubahan produktivitas kayu bulat untuk setiap kenaikan satu satuan, yakni jumlah pekerja tetap sangatlah kecil (b1 = 6,863 x 10-5)

·         Uji t
H0 : β1 = 0
H1 : β1 ≠ 0
Alpha : 0,05
Statistik uji : t* = b1
                                    s(b1)
wilayah kritik : t* > t(1-alpha/2, n-2)
statistik hitung : berdasarkan hasil perhitungan pada tabel di atas, diperoleh t* sebesar 4,944.
Keputusan : tolak H0 karena t* > 2,1788
Kesimpulan : dengan tingkat kepercayaan 95%, terdapat hubungan linier antara jumlah pekerja tetap dan produktivitas kayu bulat serta terdapat pengaruh yang signifikan dari jumlah pekerja tetap terhadap produktivitas kayu bulat.






·         Korelasi dan Koefisin Determinasi
Model Summaryb
Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Change Statistics
R Square Change
F Change
df1
df2
Sig. F Change
1
,819a
,671
,643
1,226
,671
24,443
1
12
,000
a. Predictors: (Constant), jumlahpekerjatetap
b. Dependent Variable: produktivitas

        Berdasarkan hasil perhitungan, didapat r (korelasi) sebesar 0,819 yang menunjukan bahwa hubungan antara jumlah pekerja tetap dan produktivitas kayu bulat kuat. Nilai r yang positif menandakan bahwa semakin banyak jumlah pekerja tetap maka semakin tinggi produktivitas kayu bulat yang bisa dihasilkan, dan sebaliknya. Untuk koefisien determinasi (R2) diperoleh hasil sebesar 0,671. Angka tersebut menandakan bahwa 67,1 % variasi produktivitas kayu bulat dapat dijelaskan oleh variabel jumlah pekerja tetap, sisanya dapat dijelaskan oleh variabel lain misalnya tingkat pendidikan pekerja, pendapatan pekerja, asupan(gizi), dsb yang dapat menunjang kinerja pegawai sehingga dapat mempengaruhi produktivitas kayu bulat yang dihasilkan. Karena R2 yang dihasilkan lebih dari 0,5 maka model regresi linier sederhana cukup baik untuk diterapkan pada kasus ini.

·         Analisis Keseluruhan
Berdasarkan tabel 7, jumlah pekerja tetap kehutanan di Indonesia tahun 2000-2013 semakin menurun dari tahun ke tahun. Kenaikan jumlah pekerja tetap hanya terjadi sekali pada tahun 2007 dan kemudian jumlahnya semakin menurun hingga tahun 2013. Penurunan jumlah pekerja tetap diiringi dengan turunnya produktivitas kayu bulat. Sebagimana diketahui, produktivitas kayu bulat diperoleh dari produksi kayu bulat dibagi dengan luas lahan tanaman masak tebang. Produktivitas yang kian menurun perlu diperhatikan penyebabnya. Lahan tanaman masak tebang dari tahun ke tahun luasnya tidak stabil, pada beberapa tahun mengalami penurunan lalu tahun berikutnya meningkat, dan sebaliknya. Penurunan luas lahan bisa dikarenakan adanya lahan yang mengalami kerusakan seperti kebakaran. Adanya  reboisasi lahan hutan menyebabkan luas lahan yang bisa menghasilkan kayu bulat meningkat dari tahun sebelumnya. Namun, kenaikan luas lahan tersebut tidak diiringi dengan kenaikan jumlah produksi kayu bulat. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kenaikan luas lahan tanaman masak tebang tidak menjamin kenaikan produksi kayu bulat sepenuhnya. Terdapat banyak faktor yang bisa menyebabkan penurunan produksi kayu bulat yang menyebabkan produktivitas kayu bulat juga semakin menurun, salah satunya adalah jumlah pekerja tetap.

Berdasarkan perhitungan menggunakan regresi linier sederhana, jika jumlah pekerja tetap bertambah 1 orang, maka dapat meningkatkan produktivitas kayu bulat sebesar 6,863 x 10-5. Dilihat dari hasil selang kepercayaan dan uji t atas slope (b1), dapat dikatakan bahwa jumlah pekerja tetap berpengaruh terhadap produktivitas kayu bulat di Indonesia tahun 2000-2013. Namun, bila perubahan jumlah pekerja tetap sebesar 1 orang tidak akan terlalu berarti bagi peningkatan produktivitas kayu bulat. Hal tersebut dikarenakan luas lahan kehutanan di Indonesia sangat luas (data terakhir tahun 2013 sebesar 4.852.881 ha), sehingga sangatlah wajar bila kenaikan 1 pekerja tetap tidak terlalu menyebabkan peningkatan yang signifikan terhadap produktivitas kayu bulat. Peningkatan lahan luas tanaman masak tebang bila tidak diiringi dengan peningkatan jumlah pekerja tetap, tidak akan menaikkan produksi kayu bulat. Oleh karena itu jumlah pekerja tetap atau lapangan pekerjaan di bidang kehutanan harus selalu diperhatikan sehingga meskipun terjadi pengurangan luas lahan tanaman masak tebang, produktivitas kayu  bulat yang dihasilkan dapat stabil atau bahkan meningkat dari tahun ke tahun.
Korelasi antara jumlah pekerja tetap dengan produktivitas kayu bulat bersifat positif dan kuat. Semakin menurunnya jumlah pekerja tetap, maka produktivitas kayu bulat yang dihasilkan juga semakin menurun, dan sebaliknya. Hasil dari perhitungan koefisien determinasi menunjukkan bahwa 67,1% variasi produktivitas kayu bulat dapat dijelaskan oleh jumlah pekerja tetap, sisanya yaitu 32,9% dapat dijelaskan oleh faktor lain diantaranya sebagai berikut.
1.       Keahlian kerja
Pekerja yang ahli dalam bidangnya tentunya mempunyai produktivitas kerja yang lebih tinggi. Jumlah pekerja yang banyak bila diiringi dengan kualitas sumber daya manusia yang baik tentunya akan menghasilkan produktivitas yang tinggi.
2.      Motivasi kerja
Pekerja yang mempunyai motivasi yang tinggi dalam bekerja tentunya berbanding lurus dengan produktivitas kerja yang dihasilkan. Motivasi bekerja dipengaruhi oleh banyak hal diantaranya seperti: pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya, kesejahteraan tenaga kerja yang tinggi, lingkungan kerja yang baik, dan keadaan psikis dan kesehatan pekerja yang baik pula.
3.      Kondisi Psikis dan Kesehatan Pekerja
Kondisi psikis sangat dipengaruhi oleh kehidupan pekerja sehari–hari dengan lingkungannya. Berbagai bentuk sosial yang terjadi di dalam diri pekerja sangat mempengaruhi psikis pekerja. Kondisi psikis kerja yang baik berhubungan dengan peningkatan produktivitas kerja. Begitu juga dengan kesehatan pekerja, kebutuhan nutrisi tubuh yang cukup untuk melakukan pekerjaan akan membuat pekerjaan lebih mudah dilakukan. Kebutuhan nutrisi ini sangat dipengaruhi oleh makanan dan minuman yang dikonsumsi pekerja, konsumsi nutrsi yang cukup tentunya akan membuat tubuh sehat dan mempunyai kemampuan untuk menghasilkan produk.
4.       Organisasi kerja
Unit manajemen dalam industri kehutanan bisa mempengaruhi produktivitas kerja. Pembagian kerja yang jelas, pelaksanaan kegiatan kerja dengan planning yang baik, waktu kerja yang efisien dan interaksi yang baik didalamnya akan menciptakan lingkungan kerja yang baik pula. Administratif organisasi yang jelas dan transparan akan meningkatkan motivasi pekerja serta sinergis dengan produktivitas kerja yang dihasilkan.
5.      Lingkungan kerja
Lingkungan kerja dalam bidang kehutanan khususnya kayu bulat meliputi peralatan kerja yang memadai, tata letak peralatan kerja, peralatan kerja yang ergonomis, kondisi lingkungan, dan safety atau pengaman dalam bekerja tentunya juga mempengaruhi produktivitas kerja.














BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
     Berdasar analisis dan pembahasan dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1.      Jumlah perusahaan pengusaha budidaya tanaman kehutanan tidak mengalami perubahan-perubahan yang ekstrim atau relatif stabil dengan variasi yang beragam. Terjadi perubahan baik peningkatan ataupun penurunan dalam selang waktu beberapa tahun. Hal yang serupa juga terjadi pada lahan yang digunakan untuk budidaya, relatif stabil. Luas lahan untuk budidaya tanaman kehutanan mendominasi 50% lebih dari total tanah yang dikuasai oleh perusahaan pembudidaya. Namun hal senada tidak kita temui dalam produksi kayu bulat. Produksi kayu bulat dari tahu 2000-2013 mengalami kecenderungan menurun dari tahu ke tahun.
2.      Terdapat hubungan linier antara jumlah pekerja tetap dan produktivitas kayu bulat serta terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel jumlah pekerja tetap terhadap produktivitas kayu bulat.
3.      Berikut persamaan yang kami dapatkan untuk menestimasi nilai produksi kayu bulat berdasarkan jumlah pekerja tetap yang telah ditentukan.
ŷ = 1,6979 + (6,86 x 10-5)x
x = jumlah pekerja tetap
ŷ = estimasi nilai produksi kayu bulat
4.       Korelasi antara jumlah pekerja tetap dengan produktivitas kayu bulat bersifat positif dan kuat. Semakin menurunnya jumlah pekerja tetap, maka produktivitas kayu bulat yang dihasilkan juga semakin menurun, dan sebaliknya. Hasil dari perhitungan koefisien determinasi menunjukkan bahwa 67,1% variasi produktivitas kayu bulat dapat dijelaskan oleh jumlah pekerja tetap, sisanya yaitu 32,9% dapat dijelaskan oleh faktor lain diantaranya keahlian kerja, motivasi kerja, kondisi psikis dan kesehatan pekerja, organisasi kerja serta lingkungan kerja

5.2 Saran
   Berdasar kesimpulan yang telah disebutkan diatas, maka saran yang adapat diberikan penulis adalah sebagai berikut:
1.    Pemerintah hendaknya membuat layanan Keluarga Berencana menjadi lebih mudah untuk dijangkau dan diterima masyarakat, misalnya dengan memberikan kontrasepsi secara cuma-cuma atau dengan menawarkan metode kontrasepsi yang lebih beragam bagi masyarakat.
2.    Pemerintah hendaknya meningkatkan sosialiasi mengenai norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga yang selanjutnya akan berdampak terhadap penurunan tingkat kemiskinan.
3.    Pemerintah hendaknya membuat peraturan ketenagakerjaan yang baik agar dapat meningkatkan kesempatan kerja bagi wanita.
4.    Pemerintah hendaknya meningkatkan jumlah tenaga kesehatan khususnya yang membidangi kontrasepsi karena secara teori mereka memberikan kontribusi bagi keberhasilan Keluarga Berencana di Indonesia.







DAFTAR PUSTAKA

Nurdiansyah, Wisnu. 2016 Statistik Produksi kehutanan

Diakses Pada Tanggal  01 Juni 2016 Pukul 16:10 wib.